Tabayyun Sebelum Menyebarkan Informasi

Tabayyun Sebelum Menyebarkan Informasi

(oleh: Jannus Tambunan)

Setelah terjadi fathul Makkah pada tahun ke  8 H. Saat itu banyak suku dan keluarga besar mulai berbondong-bondong menyataan diri bergabung ke dalam agama Islam. Salah satunya adalah suku Bani Musthaliq.

Dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas, Suatu Ketika Rasulullah mengutus Al-Walid bin Uqbah bin Abi Muith untuk memungut zakat dari kaum Bani Musthaliq.

Kaum Bani Musthaliq pun sangat gembira mendengar kabar akan hadirnya utusan Rasulullah untuk memungut zakat sehingga mereka menyiapkan upacara penyambutan yang luara biasa.

Namun, persiapan Bani Musthaliq dalam menyambut Al-Walid bin Uqbah bin Abi Muith ditanggapi secara lain oleh Al Walid. Mengingat pada masa lalu di antara mereka pernah terjadi perselihan, penyambutan yang berbondong-bondong itu disimpulkan secara sepihak oleh Al-Walid. Dia mengira Kaum Bani Musthaliq akan menyerang dan membunuhnya.

Al Walid tidak jadi masuk ke perkampungan Bani Musthaliq dan memutuskan pulang ke Rasulullah dan melaporkan kalau dirinya hendak diserang oleh kaum Bani Musthaliq. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW segera memerintahkan pasukan untuk menyerang Kaum Bani Musthaliq yang dinilainya telah berkhianat karena berani menyerang dan berniat membunuh utusan.

Saat pasukan sudah bersiap untuk berangkat, datanglah utusan dari Bani Musthaliq yang hendak bertanya mengapa utusan yang dijanjikan Rasulullah untuk mengambil zakat kok tidak kunjung tiba, apakah ada masalah di jalan atau karena ada sebab lain? Akhirnya, malapetaka besar akibat kesembronoan dalam mengambil kesimpulan itu dapat dihindari. Lalu turunlah surat Al-Hujurat ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”(al hujurat 6)

Sungguh, kita tidak bisa membayangkan andaikata utusan Bani Musthaliq itu terlambat datang atau tidak bertemu Rasulullah, maka akan ada malapetaka besar yang sangat menyedihkan.

Belajar dari kasus Al-Walid bin Uqbah bin Abi Muith dalam sabab nuzul ayat di atas, diri kita ini pun sebenarnya juga berpeluang bahkan mungkin sudah membuat malapetaka dalam kehidupan ini karena kesembronoan kita dalam mencerna dan kemudian membagi informasi yang ternyata salah.

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk memeriksa suatu berita dengan teliti, yaitu mencari bukti-bukti kebenaran berita tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber berita, atau bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.

Apabila kita sudah berusaha meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diam tentu lebih selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,      

 مَنْ صَمَتَ نَجَا

Barangsiapa yang diam, dia selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501)

Lalu, apabila kita sudah memastikan keberannya, apakah berita tersebut akan kita sebarkan begitu saja? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi, kita lihat terlebih dahulu apakah ada manfaat dari menyebarkan berita (yang terbukti benar) tersebut?

Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan justru berpotensi menimbulkan salah paham, keresahan atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya, maka hendaknya tidak langsung disebarkan (diam) atau minimal menunggu waktu dan kondisi dan tepat. Rasulullah bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74)

Apalagi di masa era infomasi seperti ini. Sekali pencet tombol di HP kita, informasi yang entah benar, entah salah, bahkan fitnah bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia tanpa bisa kita kontrol lagi.

Janganlah tergesa-gesa menyebarkan berita tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari setan. Rasul bersabda:

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ , وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Al-Baihaqi)

Al Walid bin Uqbah bin Abi Muith, hanya sekali menyampaikan kabar yang tidak diteliti dulu kebenaranya, oleh Allah secara langsung disebut sebagai Fasiq, bagaimana dengan kita yang mungkin setiap saat ikut meneruskan kabar dan bahkan fitnah yang juga tidak pernah kita telisik kebenaranya terlebih dahulu?

Tampaknya, kita perlu melihat HP kita, melihat group-group percakapan di sosial media yang terpasang di sana, baik itu WA, telegram, BBM, dan lainnya. Apakah semua percakapan dan informasi yang akan kita sebar dan teruskan itu sudah kita ketahui kebenaran dan manfaatnya? Kalau belum, sesuai kisah Al-Walid di atas, lebih baik tidak kita sebar.

Kita tidak perlu takut dianggap sebagai manusia zaman batu kalau kita tidak menyebar semua informasi yang kita dapat. Apalagi dengan adanya UU Informasi dan Transaksi Eektronik (ITE) yang baru, kita harus lebih berhati-hati, karena salah share (sebar) kita bisa ditangkap aparat yang berwajib. Dianggap fasiq di hadapan Allah dan juga bisa masuk penjara di dunia.

Bagi kita yang suka asal dan tergesa-gesa dalam menyebarkan berita, maka hukuman di akhirat kelak telah menanti kita. Dari Samurah bin ra, bahwa Rasulullah menceritakan mimpi beliau,

رأيت الليلة رجلين أتياني، فأخذا بيدي، فأخرجاني إلى أرض فضاء، أو أرض مستوية، فمرا بي على رجل، ورجل قائم على رأسه بيده كلوب من حديد، فيدخله في شدقه، فيشقه، حتى يبلغ قفاه، ثم يخرجه فيدخله في شدقه الآخر، ويلتئم هذا الشدق، فهو يفعل ذلك به

Tadi malam aku bermimpi melihat ada dua orang yang mendatangiku, lalu mereka memegang tanganku, kemudian mengajakku keluar ke tanah lapang. Kemudian kami melewati dua orang, yang satu berdiri di dekat kepala temannya dengan membawa gancu dari besi. Gancu itu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditarik hingga robek pipinya sampai ke tengkuk. Dia tarik kembali, lalu dia masukkan lagi ke dalam mulut dan dia tarik hingga robek pipi sisi satunya. Kemudian bekas pipi robek tadi kembali pulih dan dirobek lagi, dan begitu seterusnya.”

Di akhir hadis, Rasulullah mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud kejadian yang beliau lihat,

أما الرجل الأول الذي رأيت فإنه رجل كذاب، يكذب الكذبة فتحمل عنه في الآفاق، فهو يصنع به ما رأيت إلى يوم القيامة، ثم يصنع الله به ما شاء

Orang pertama yang kamu lihat, dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan dan dia sebarkan ke seluruh penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai hari kiamat, kemudian Allah memperlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad no. 20165) [2]

 

Semoga Bermanfaat..

Tabayyun Sebelum Menyebarkan Informasi Tabayyun Sebelum Menyebarkan Informasi Reviewed by Jp Tbn on April 18, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.