Itsar (Mendahulukan Orang Lain)
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ
خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا
وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ
بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا
مُنِيْرًا
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا
النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
فَإِنَّ أَصْدَقَ اْلحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ اْلهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا،
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةُ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِيْ
النَّارِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Itsar Adalah Naluri Mukmin Sejati
Selama
13 tahun berdakwah di Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para
pengikutnya, sering mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang kafir Quraisy.
Maka
dari itu, beliau mengajak seluruh sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib dan
bertempat tinggal di sana. Para sahabat pun rela meninggalkan rumah, keluarga,
dan harta di Makkah. Kemudian Allah dan Rasul-Nya menamai mereka dengan sebutan
“al-Muhajirin.”
Kedatangan
mereka disambut gembira oleh penduduk Yatsrib yang sudah memeluk agama Islam. Kaum
Muhajirin sangat dimuliakan. Mereka yang menolong Muhajirin ini, Allah beri
gelar “al-Anshar.”
Namun
demikian, para Muhajirin enggan terlalu merepotkan kaum Anshar. Mereka minta
ditunjukkan jalan ke pasar untuk melakukan transaksi jual-beli agar tidak
terus-terusan menggantungkan nasib kepada penduduk setempat.
Dalam
waktu yang relatif singkat, Allah membuat mereka hidup berkecukupan dengan
hasil dari perniagaan. Yatsrib pun berubah menjadi sebuah kota yang aktif.
Orang-orang menyebutnya Madinatu Rasulillah. Perlahan, nama Yatsrib berganti
menjadi Madinah.
Banyak
orang yang berkunjung ke kota baru ini. Mereka adalah dhuyuf (tamu-tamu) Allah
dan Rasul-Nya. Namun terkadang, Rasul tidak sanggup menjamu tamunya, meskipun
beliau sangat ingin memuliakan siapa pun yang datang menemuinya.
Perlu
diketahui, tidak jarang Rasulullah menahan lapar karena tidak mempunyai
makanan. Tungku di rumahnya tidak menyala, dan hal itu sudah biasa. Bisa makan,
bersyukur. Tidak makan, bersabar. Begitulah kehidupan Rasulullah.
Di
saat sedang kesempitan seperti itu, Rasul mengajak tamu-tamunya untuk
mendatangi rumah sahabat yang lain. Mereka pun senang dan merasa terhormat
dapat menjamu tamu Rasulullah.
Salah
satu yang paling sering mengambil peran ini adalah Abu Thalhah al-Anshari. Dia
mempunyai kebun yang rindang, asri, dan air di dalamnya begitu sejuk. Dia
mencintai dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya
Selang
beberapa hari, Madinah kembali kedatangan tamu-tamu yang ingin bertemu dengan
Nabi. Abu Thalhah pun kembali mendapat bagian untuk menjamu tamu. Ia menyambut
kewajiban itu dengan sangat antusias.
Ia
berjalan menuju rumahnya tanpa mengetahui apa yang dimasak oleh Ummmu Sulaim,
istrinya. Bahkan ia tidak tahu apakah masih ada persediaan makanan atau tidak.
Sesampainya
di rumah, Abu Thalhah mengetuk pintu dan mengucap salam. Ummu Sulaim mejawabnya
dan mempersilakannya masuk.
Dengan
nada bicara yang menunjukkan ekspresi bahagia seperti orang membawa berita
gembira, Abu Thalhah berkata kepada istrinya bahwa ia membawa tamu-tamu
Rasulullah. Lalu ia bertanya adakah makanan yang bisa disajikan?
“Hanya
tersisa makanan untuk anak-anak kita,” Jawab sang istri.
Kini
Abu Thalhah berpikir agar tamu-tamunya tidak dibiarkan kelaparan meskipun
keluarganya sendiri belum makan. Ia bertekad untuk melawan rasa lapar malam
itu, begitu juga dengan istrinya, siap untuk menahan perut keroncongan demi
memuliakan tamu.
Pertanyaanya
kemudian, bagaimana agar para tamunya tidak merasa sungkan. Sebab sangat tidak
etis ketika para tamu sedang lahap menikmati makanan, sementara tuan rumah
hanya diam terpana.
Akhirnya
Abu Thalhah menemukan ide.
“Jika
kami sudah siap untuk makan,” kata Abu Thalhah berbisik-bisik di telinga
istrinya, “Berpura-puralah memperbaiki lampu dinding, lalu padamkanlah apinya.”
Arahan
itu dikerjakan dengan baik oleh sang istri. Seketika ruangan menjadi gelap.
Dalam kondisi seperti itulah para tamu dipersilakan makan, sementara Abu
Thalhah sendiri hanya berpura-pura ikut menikmati hidangan.
Para
tamu dengan lahap menyantap makanan. Malam itu mereka merasa puas dan mengira
Abu Thalhah juga sudah kenyang. Padahal, ia tidak makan walau hanya sesuap.
Demikianlah
akhlak mulia Abu Thalhah yang mewakili kearifan orang-orang Anshar. Mereka
sangat mengutamakan saudara seiman. Sikap seperti inilah yang disebut dengan Itsar yaitu ketika seseorang
mendahulukan kebutuhan orang lain daripada dirinya sendiri. Mirip dengan
altruisme dalam istilah modern. Altruisme, lawan kata egoisme.
Allah
memuji sifat Itsar sahabat Anshar dalam firman-Nya yang berbunyi,
وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ
وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا
يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى
اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ
فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ
“Dan
orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa
yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.
Al-Hasyr: 9)
Dalam
kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan bahwa al-Itsar
adalah gabungan dari tiga hal: al-Jud, as-Sakha’, dan al-Ihsan. Ketiganya mengandung makna
yang sama: berbuat baik dan memberi sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain.
Kemudian
Ibnu al-Qayyim menerangkan perbedaan antara al-Jud, as-Sakha’,
dan al-Itsar.
Pertama, ketika Anda
memberi dalam keadaan lapang, tidak mengurangi apa yang Anda miliki, sehingga
sangat mudah untuk memberi, ini disebut as-Sakha’ (kedermawanan).
Kedua, ketika Anda
memberi dengan jumlah yang lebih banyak, dan masih mempunyai harta dengan
jumlah yang sama, ini disebut al-Juud (kerelaan hati).
Ketiga, ketika Anda
memberi sesuatu kepada orang lain, padahal sebenarnya Anda sangat membutuhkannya,
ini disebut al-Itsar.
Dapat
disimpulkan bahwa Itsar adalah naluri untuk peduli, dan ketulusan dalam
memberi. Seorang mukmin sejati, memelihara sifat terpuji ini. Karena Itsar
merupakan salah satu indikasi kesempurnaan iman.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Salah
seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ
فِي القُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ
وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah
Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَ عِبَادَهُ أنْ
يَذْكُرُوْهُ ذِكْرًا كَثِيْرًا، وَأَعَدَّ لَهُمْ عَلَى ذِكْرِهِ مَغْفِرَةً
وَأَجْرًا كَبِيْرًا، وَجَعَلَ اْلقُلُوْبَ تَطْمَئِنُّ بِذِكْرِهِ، وَهُوَ
سُبْحَانَهُ يَذْكُرُ مَنْ ذَكَرَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ،
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
أَكْرَمُ مَنْ وَحَّدَّهُ، وَأَجَلُّ مَنْ ذَكَرَهُ، اللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارَكَ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلأَوَّاهِ اْلمُنِيْبِ، وَعَلَى آلِهِ
وَعِتْرَتِهِ الطَّيِّبَةِ، وَعَلَى أَصْحَابِهِ اْلكِرَامِ البَرَرَةِ
فَأُوْصِيْكُمْ ــ عِبَادَ اللهِ ــ وَنَفْسِي
بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّهَا هِيَ اْلعُدَّةُ اْلوَافِيَةُ، وَاْلجُنَّةُ
اْلوَاقِيَةُ، فَاتَّقُوْا اللهَ رَبَّكُمْ فِيْ السِّرِّ وَاْلعَلَانِيَّةِ،
وَكُوْنُوْا مِنْ عِبَادِهِ اْلمُتَّقِيْنَ
![Itsar (Mendahulukan Orang Lain)](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ1_s75RUoBhAcF0dInJ6uq8SeRJBM-pRQejLDxQ2JVDr-be5le1DS0x8EVayOIb4DmnKmyKYtpKTyquH7EvaSP8eroNv-y2i06VJcKHBIBZf6jxpxxXo9zVttNmI56BM0Qqp1wGrQsT5T-6GuZHPwmvg9M1iE-Si-tSHUxEMoYOpXMT3CZA9q8Del/s72-c/Mendahulukn%20org%20lain.jpg)
Tidak ada komentar: